Heri Hendrayana, seorang yang lahir normal lengkap dengan kaki dan tangan. Masa kecil ia habiskan dengan setumpuk buku-buku gizi, bermain dengan penuh semangat dengan teman-teman sebayanya. Curahan perhatian serta kasih sayang berlimpah dari kedua orangtuanya. Ketika berumur 10 tahun, Heri pernah terjatuh dari sebuah pohon dengan ketinggian 3 meter. Tangan kirinya patah, sikut ke bawah jatuh terkulai seperti pelepah pohon pisang yang tanggal. Karena keadaan parah itu, tidak ada jalan lain kecuali amputasi. Heri memang kehilangan tangannya tetapi tidak dengan semangatnya.
Ketika dia sedang dirawat di rumah sakit, datanglah ayahnya untuk menjenguk dan membawakannya kelereng. Hadiah terindah yang dia terima saat itu. Di kamar tempat dia dirawat, di sanalah ayahnya membantunya bermain kelereng dengan satu tangan. Ayahnyalah yang membantunya memulihkan rasa percaya diri dan tidak menyibukkan diri dengan kekurangannya. Sepele memang tetapi keakraban inilah yang menguatkan jiwanya. Keakraban itu pula yang kita lihat pada diri Rasullulah SAW, bukan hanya kepada anak dan cucunya sendiri, tetapi kepada anak kecilpun Rasullulah melakukan hal yang demikian.
Dengan memberikan kelereng/mainan dan menemaninya bermain, sebuah permainan sederhana yang membuat kepercayaan dirinya tumbuh. Di rumah sakit pun dia mengajak teman-temannya untuk belajar bermain kelereng dan merekapun menguasainya dengan baik.
Inilah pengalaman yang sangat mengesankan, sebuah pengalaman keberhasilan sekecil apapun dapat membangkitkan kekuatan kepercayaan diri yang luar biasa tinggi. Bermain kelereng memang bukan suatu hal yang luar biasa. Bagaimana ayahnya meluangkan waktu untuk bermain dengannya dan kalimat-kalimat yang menguatkan lah yang luar biasa. Salah satu nasihat yang sangat melekat di hati Heri yaitu, “Jika seorang hamba Allah mendapatkan kesusahan, itu artinya Allah sedang menguji. Maka berbahagialah seseorang yang sedang diuji Allah. Itu pertanda bahwa Allah sayang kita. Jika Allah menciptakan beban, maka Allahpun menciptakan pundaknya”
Sebuah kalimat yang biasa kita dengar akan tetapi kalimat ini terasa sangat berbeda dan luar biasa karena dalam menyampaikannya dengan kata yang halus, pelan, dan dalam. Berbeda jika kita menyampaikannya dengan nada yang keras di telinga anak kita. Mereka pasti hanya akan mendengarkannya kemudian mengabaikannya.
[Cinthia Morris Sartono]
Adhim, Mohammad Fauzil. Positive Parenting: Cara-cara Islami Mengembangkan Karakter Positif pada Anak.. Mizania.