Puasa tak hanya soal menahan haus dan lapar tetapi juga soal mendidik kompetensi takwa makhluk-Nya
Kenapa puasa? Bagaimana puasa menjadi sarana melatih dan mendidik kompetensi kita?
Temukan jawabannya di buku Puasa: Sebuah Sekolah Takwa
Buku ini akan mengajak Anda memahami bahwa puasa memiliki peran dalam membangun peradaban manusia, memartabatkan diri menjadi makhluk paling mulia, beriman dan beramal saleh dalam tiap tindakannya
Buku Puasa: Sebuah Sekolah Takwa
Buku ini menguraikan bahwa puasa (shiyam) bulan Ramadhan itu sebuah sekolah yang mendidik pesertanya memiliki kompetensi bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, yaitu patuh pada perintah Tuhan dan meninggalkan larangan-Nya. Perintah Tuhan adalah melaksanakan semua kebajikan utama (berakhlak baik, dan partisipatif dalam apa saja yang makruf (konstruktif) dalam peradaban umat manusia. Adapun larangan-Nya adalah semua tindakan fakhsya (jahat, kejam, keji), dan mungkar (merusak, destruktif, melanggar hukum). Proses pendidikan sekolah takwa dijelaskan dengan teori pendidikan imprinting (mengikuti keteladanan), menanamkan kebiasaan baik, dan belajar insight (pendalaman penghayatan). Keluaran puasa adalah pribadi berkarakter baik seperti beriman, amanah, jujur, adil, kerja keras, kerja sama (gotong-royong) dengan semua pihak termasuk dengan alam semesta dan bertujuan baik (khoir), makruf (konstruktif), mencegah yang keji dan destruktif (kemungkaran).
Namun dalam proses sekolah takwa itu akan selalu banyak gagal (drop-out) tidak mencapai tujuan martabat takwa. Banyak yang hanya dapat haus dan lapar saja. Alasannya karena banyak partisipan yang tidak tahan lapar puasa, lalu diam-diam culas makan atau minum, tidak tahan dari amal buruk gibah, fitnah, berita bohong (hoax) yang keji dan maksiat. Padahal mencegah lapar perut itu sehat. Tidak ada yang sakit karena puasa yang mengikuti protap fikih.
Peserta puasa tidak mencapai kompetensi takwa. Terbukti lulusannya banyak yang masih melakukan tindakan fakhsya (maksiat, kejam, keji) dan mungkar (destruktif melanggar hukum), tak banyak yang melakukan kebaikan dan patuh hukum. Banyak partisipan yang menganggap puasa hanya untuk kepentingan ibadah akhirat semata, dan tidak terpaut dengan kebajikan duniawi. Ada juga yang justru menggunakan karakter takwa sebagai cara deseptif (mengelabuhi), seolah-olah baik, padahal culas. Puasa teralienasi (terasingkan) dengan kepentingan peradaban dunia yang penuh adab dan sopan santun. Padahal kompetensi takwa ini sesungguhnya kompetensi untuk sintas (survive) di dunia dan di akhirat.
Buku ini hadir untuk mengajak bahwa puasa itu berkepentingan dengan membangun peradaban manusia, memartabatkan diri menjadi makhluk paling mulia, beriman dan beramal saleh dalam tiap tindakannya. Tiap manusia lulusan sekolah takwa berkontribusi terhadap peradaban modern dengan perbuatan baiknya. Semua itu tercapai dengan bekal kuat peserta sekolah takwa itu untuk sadar tujuan, partisipatif, imanan (semata beriman kepada Tuhan) dan ihtisaban (penuh perhitungan positif, dan berpengharapan). Semoga.
Buku ini terdiri dari beberapa pembahasan, diantaranya:
Anda memiliki rujukan dalam memahami peran puasa dalam kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat
Anda akan memahami bahwa puasa lebih dari ibadah tetapi terdapat kebesaran dibalik perintah-Nya
Anda akan memahami bagaimana peran puasa dalam membangun peradaban manusia