Antara Cita-Cita dan Realitas

Date : 27 May 2015

Fitri Yani, seorang penyair Tanjungkarang pernah berkata bahwa cita-cita adalah ibarat benih-benih yang tumbuh di kepala. Mendengarnya, membuat kita bertanya, kenapa dari sekian banyak kata, kata “benih” yang ia gunakan untuk merefleksikan sebuah cita-cita?

Kata “benih” bermakna “bibit/ biji” yang melambangkan harapan/ keinginan. Jika harapan tersebut dirawat dan dikembangkan dengan baik, maka kita akan menjadi seseorang yang berhasil atau “bersinar” seperti “matahari”. Benih-benih yang sekilas nampak/ bagaikan butiran embun/ sedangkan dada kami/ adalah hamparan gurun/ yang tak pernah menumbuhkan apa-apa//. Dalam lirik tersebut, terlihat jelas betapa sangat diagungkannya sebuah cita-cita. Adakah orang yang tidak mempunyai cita-cita atau harapan? Jika pun ada, maka hidup akan terkesan menjadi tidak berarti. Bukankah kita hidup dan terus melanjutkannya karena adanya cita-cita atau harapan?

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2013 (republika.co.id), di Indonesia terdapat sekitar 87 persen anak SMA yang belum memiliki cita-cita atau arah hidup yang jelas; 97 persen mengalami masalah lantaran antara sekolah, kerja, dan usaha tidak sejalan; dan hanya ada tiga persen yang sesuai antara harapan orang tua dan cita-cita si anak. Meskipun penelitian tersebut dilakukan dua tahun silam, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pada detik ini juga masih banyak generasi muda yang belum jelas arah hidup mereka. Kegagalan untuk menentukan cita-cita sejak dini hanya akan menghasilkan pemborosan material untuk orangtua dan pemborosan waktu serta energi untuk anak. Bertolak dari hal ini, maka membekali anak dengan cita-cita dan harapan sejak dini menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Umpama benih-benih yang ditimbun para petani:/ yang menunggu harga melambung tinggi//. Lirik tersebut menyiratkan bahwa setiap petani selalu menginginkan hasil panennya bernilai tinggi. Karena itu, setiap benih harus dirawat dengan baik agar tumbuh dan memberi hasil yang berkualitas. Begitu pula dengan harapan atau cita-cita. Di Indonesia, pemerintah sangat mendukung cita-cita warganya, bahkan memberi fasilitas terbaik dalam ranah pendidikan. Contohnya adalah kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan berbagai ajang perlombaan (untuk para generasi muda). Meskipun kegiatan ekstrakurikuler sangat baik untuk mengembangkan keterampilan siswa, namun masih banyak siswa yang belum memahami manfaatnya. Banyak siswa yang sama sekali tidak pernah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan lain yang sebenarnya sangat menunjang cita-citanya.

Tapi kami tak seperti petani/ yang mengetahui segala jenis benih/ hingga setiap benih yang kami simpan/ satu per satu, mati/. Pada kenyataannya memang tidak mudah menjaga dan memperjuangkan harapan atau cita-cita. Banyak halangan yang membuat kita terpaksa membuang jauh cita-cita tersebut. Hal tersebut bisa terjadi karena banyak hal. Bisa karena dukungan, kemampuan, anggapan, dan sebagainya yang terangkum dalam satu istilah yang disebut “realitas”.  Sebagian orang mungkin berpikir bahwa kita terlalu idealis, ambisius, bahkan egois karena memikirkan hanya untuk diri sendiri. Bercita-cita tinggi itu memang baik, namun kita harus melihat realitas yang ada. Bagaimana jika kenyataan yang ada tidak berjalan sesuai dengan harapan kita? Bagaimana jika banyak rintangan yang menghadang kita untuk mewujudkan cita-cita kita? Untuk menjawab hal itu, kita pun lantas berpikir bukankah kegagalan adalah awal dari keberhasilan. Pada saat kita mendapat banyak rintangan atau mengalami kegagalan, bukankah ada banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan. Pelajaran tersebut menjadi sangat bermanfaat saat kita menghadapi permasalahan yang serupa nantinya. Masih banyak hal yang bisa kita lakukan sesuai dengan kemampuan kita dan bukankah itu dapat menjadi harapan yang baru bagi kita.

Berbagai rintangan itu pasti ada, namun kenapa kita harus menjadikannya sebagai beban. Dengan tetap berusaha memperjuangkan cita-cita semaksimal mungkin, serta berdoa pada Tuhan Yang Mahakuasa untuk kemudahan dan keselamatan kita, akankah ada rintangan yang berarti? Kita hidup setidaknya punya satu harapan/ cita-cita. Dengan begitu, kita punya tujuan yang jelas untuk apa hidup kita ini. Melalui puisi, Fitri Yani menjelaskan pada kita (pembaca) bahwa meskipun mempertahankan dan memperjuangkan harapan/ cita-cita itu sangat susah,  kita harus banyak belajar untuk memupuk cita-cita tersebut. Dengan belajar, kita akan mampu seperti petani yang mengetahui segala jenis benih untuk meraih hasil panen yang berkualitas. Semoga….

Affiliate Buku

by:

Dyah Wuri Handayani

Tinggalkan komentar