Guru dan Tigaratusribu (untuk hidup sebulan)

Belakangan ini, teman-teman seperjuangan saya di kampus yang berprofesi sebagai guru harus rela berkerja ekstra. Pengahasilan sebulan sebesar 300.000 rupiah mana cukup untuk mencukupi kebutuhan dirinya. Namun teman-teman tetap mengabdikan diri sebagai guru, karena biar bagaimanapun peran guru selalu akan dibutuhkan. Sehingga teman rela menjadi guru dan mencari tambahan penghasilan dengan mengajar les,ataupun kerja paruh waktu.

Mengajar adalah panggilan jiwa: ini yang sering saya dengar dari teman-teman guru. Jika memang tidak ada panggilan jiwa untuk mengajar, disertai niat tulus, bagaimana bisa menerima 300.000 ribu dalam sebulan sebagai upah untuk mencerdaskan calon generasi bangsa? Ternyata bukan nominal yang merka cari, namun memang ini adalah cara teman-teman guru untuk memberi makan jiwanya dengan mengajar. Kalau mengajar sudah menjadi panggilan jiwa, nominal menjadi urusan kedua. Karena bagi mereka, selalu ada rejeki dalam bentuk lain dari buah mengajar dan mengabdikan diri untuk mendidik generasi bangsa ini.

Ilmu tidak akan pernah berkurang saat dibagi, yang ada malah semakin bertambah. Semakin kita membagi ilmu dan menurunkan ilmu kepada siswa, kita akan bertambah dari evaluasi cara pengajaran dan penyampaian kita. Mau tidak mau kita harus terus berinovasi agar ilmu kita bisa diserap dengan mudah oleh murid. Menghadapi murid dengan berbagai latar belakang, membuat guru harus memiliki kesabaran eksta. Guru juga harus bisa melihat hal yang ada di belakang dari masing-masing murid yang mempengaruhi semangat belajarnya. Guru yang baik akan melakukan pendekatan personal, mengetahui penyebab prestasinya menurun.

Namun sayangnya, penghargaan guru masih terasa kurang, khususnya untuk teman-teman honorer. Guru honorer harus rela bertahan dengan gaji seadanya sampai tiba jadwal pengangkatan sebagai PNS, dan itupun masih harus dihitung masa abdi dan seleksi berkas ulang. Tapi ada sisi positifnya, hanya orang-orang berhati mulia yang rela mengabdi untuk mengajar. Sehingga nominal tidak menjadi fokus utama dalam berkarya. Jadi tidak perlu diragukan lagi keihlasan dan kemuliaan hatinya. Guru sepatutnya diberi penghargaan yang pas, jika pemerintah tidak mampu, seharusnya kitalah yang membalas budi kepada mereka, sebagai hadiah jasa mencerdaskan keluarga kita.

Tinggalkan komentar