Impulse Buying: Pengertian, Faktor dan Contoh

Kebiasaan berbelanja dan kemudahan berbelanja yang ditawarkan akhir-akhir ini membuat banyak orang memilih berbelanja dengan menggunakan kemudahan tersebut. Misalnya tersedianya marketplace yang memudahkan siapa saja berbelanja tanpa harus keluar rumah, ditambah lagi cara pembayaran yang semakin mudah dan banyak pilihannya. Akhirnya, kemudahan tersebut membuat fenomena impulse buying semakin merajalela.

Istilah impulse buying ini saat ini sangat marak di berbagai kalangan masyarakat, bahkan seolah tak pandang usia. Impulse buying merupakan sebuah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut keputusan tidak terencana dalam membeli suatu barang.

Tapi, apa sebenarnya pengertian impulse buying itu dan bagaimana faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan impulse buying? Di bawah ini akan dijelaskan lengkap mengenai impulse buying, lengkap dengan contoh impulse buying yang terjadi di Indonesia.

Pengertian Impulse Buying

Impulse buying atau yang disebut juga impulsive buying merupakan istilah bahasa Inggris yang artinya belanja impulsif. Dengan kata lain, impulse buying ini merupakan suatu keinginan dari seseorang untuk membeli suatu produk dalam jumlah banyak secara tiba-tiba, tanpa melalui adanya suatu pertimbangan dan proses berpikir panjang.

Impulse buying juga dapat diartikan sebagai praktik pembelian produk atau jasa tanpa adanya rencana yang matang karena beberapa sebab. Terjadinya impulse buying ini bisa berakibat pada penyesalan orang yang melakukannya tersebut. Hal ini, karena sebagian barang atau jasa yang mereka beli biasanya tidak terlalu dibutuhkan.

Affiliate Buku

Menurut Anin, dkk (2015), Impulsive buying merupakan kecenderungan individu untuk membeli secara spontan, reflektif, atau kurang melibatkan pikiran, segera dan kinetik.

Selain itu, dalam praktiknya melakukan impulse buying ini lebih menggunakan emosi perasaan daripada logika. Sehingga biasanya kebiasaan ini mulai muncul ketika seseorang merasa dirangsang oleh suatu hal yang menarik. Misalnya adanya penawaran diskon, promo, produk baru, dan lain sebagainya yang membuatnya tertarik untuk membeli.

Mereka berpikir bahwa kesempatan seperti itu tidak bisa didapatkan lagi di kemudian hari, sehingga mereka harus membeli barang itu sesegera mungkin. Padahal faktanya, belanja impulsif justru membawa dampak negatif bagi para pelakunya, sadar atau secara tidak sadar.

Perlu diketahui, kebiasaan yakni cenderung membeli produk yang sesuai keinginan saja tanpa melihat bagaimana kebutuhan yang sesungguhnya dapat mengakibatkan pemborosan sehingga dapat mengancam kesehatan finansial. Tak heran jika impulse buying juga sering disebut sebagai perilaku menghamburkan uang di luar perencanaan yang sifatnya dadakan karena adanya dorongan tertentu.

Apalagi di zaman yang serba mudah dan canggih seperti saat ini, impulse buying menjadi salah satu praktik yang harus dihindari. Hal ini karena pola pikir manusia yang impulsif bisa dengan mudah menguasai pikiran apabila seseorang lengah sedikit saja. Sehingga agar dapat menghindari perilaku pemborosan tersebut, Anda harus mulai memilah dan memilih mana keinginan dan mana kebutuhan.

Baca juga: 7 Contoh dan Cara Menangani Komplain Pelanggan yang Baik

Faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying

Tentu saja perilaku impulse buying ini terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi seseorang. Sehingga jika dibiarkan begitu saja, kebiasaan atau perilaku tersebut bisa berakibat fatal dan juga berbahaya, bahkan jika dibiarkan terus-menerus.

Reseller Buku

Oleh sebab itu, kenalilah beberapa faktor yang mempengaruhi impulse buying agar tak terjadi terus-menerus.

1. Faktor Strategi Pemasaran

Faktor pertama terjadinya perilaku impulse buying adalah adanya pengaruh dari strategi pemasaran yang dilakukan oleh penjual atau pemilik jasa. Strategi pemasaran ini misalnya promo, diskon, cashback, dan pengaruh lainnya dari pembeli yang bisa mendorong seseorang akhirnya melakukan perilaku impulsif.

Berbagai faktor dari strategi pemasaran tersebut kemudian memicu calon pembeli untuk tertarik dengan produk atau jasa yang ditawarkan, sehingga dengan ketertarikan tersebut, muncul keinginan untuk membeli dan juga memiliki, meskipun terkadang tidak membutuhkan barang atau jasa tersebut.

2. Faktor Jenis Produk

Faktor kedua yang bisa memicu terjadinya impulse buying adalah sifat intrinsik dan ekstrinsik dari suatu produk. Artinya, suatu produk memiliki sifat intrinsik dan ekstrinsik yang juga mampu mendorong tingkah laku belanja impulsif. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai varian. Misalnya mengemas dengan menarik, memiliki desain dan penataan yang baik, dan lain sebagainya.

Bahkan, keterbatasan dan juga kelangkaan produk bisa juga menimbulkan hasrat seseorang yang melihatnya akan tertarik sehingga ingin membelinya, sekalipun tidak membutuhkannya.

3. Faktor Kepribadian

Impulse buying juga bisa terjadi karena faktor kepribadian yang berasal dari dalam diri sendiri. 

Perilaku tersebut bisa saja terjadi karena seseorang merasa gengsi dan FOMO bila tidak memiliki barang yang sedang terkenal atau tren pada masa tersebut. Sehingga demi dapat sejajar dengan orang lain serta meningkatkan citra dan popularitas, orang dengan sifat tersebut otomatis akan rela membeli apa saja yang mampu mendukung tujuan hidup.

4. Faktor Geografis dan Aspek Budaya

Selain itu, faktor geografis dan juga faktor budaya juga ternyata bisa mempengaruhi terjadinya aktivitas impulse buying, lho.

Promo Buku

Faktanya seperti yang terjadi di Indonesia ini, masyarakat dengan budaya mandiri yang tinggi justru biasanya memiliki kebiasaan belanja impulsif dibandingkan dengan mereka yang hidup di kalangan masyarakat dengan budaya kolektif.

Itulah sebabnya, mengapa salah satu alasan masyarakat berbudaya mandiri lebih rentan melakukan impulse buying karena adanya tuntutan meredakan stres dengan bantuan orang lain seminimal mungkin.

5. Faktor Lingkungan Belanja

Terakhir adalah faktor lingkungan belanja. Seseorang dapat melakukan impulse buying ketika mereka hidup di lingkungan yang juga melakukan perilaku impulse buying yang sama. Beberapa hal yang memicu terjadinya faktor lingkungan tersebut misalnya:

  • memiliki teman yang juga melakukan impulse buying,
  • tidak adanya imbauan atau larangan dari orang sekitar ketika kita melakukan impulse buying,
  • koneksi yang cukup luas,
  • tampilan produk yang menarik,
  • lokasi perbelanjaan yang strategis, dan masih banyak lagi.

Baca juga: 7 Cara Promosi di Instagram, Mudah Tapi Jarang Dilakukan

Contoh Impulse Buying di Indonesia

Di Indonesia sendiri, perilaku impulse buying sudah mulai merajalela. Tak hanya pada kaum wanita saja, pria, orang tua, bahkan anak-anak sekalipun kerap melakukan impulse buying tersebut. Berikut adalah beberapa contoh impulse buying yang terjadi di Indonesia.

1. Belanja Saat Promo Tanggal Kembar

Berbagai marketplace berlomba-lomba menawarkan promo saat tanggal kembar. Misalnya 10.10, 11.11, 12.12, dan lain sebagainya. Di tanggal-tanggal tersebut, banyak ditawarkan promo. Mulai dari pakaian, aksesoris, makanan, makeup, keperluan rumah, dan lain sebagainya.

Promo yang ditawarkan bisa saja dengan potongan harga, gratis ongkir, diskon, promo bundling, dan lain sebagainya. Mereka juga memasang strategi flash sale yang mana hanya menyediakan sedikit barang untuk beberapa batasan waktu dan membuat orang berlomba-lomba mendapatkan barang yang dijual melalui flash sale tersebut, sekalipun tidak membutuhkannya.

2. Kulineran

Dunia kuliner di Indonesia semakin maju. Berbagai jenis makanan dan minuman menggiurkan dan ditawarkan dengan harga bersaing. Terkadang, orang cenderung lapar mata sehingga memilih membeli makanan yang unik dan menarik hanya sekadar untuk mengobati rasa penasaran atau bahkan hanya sekedar posting di media sosial.

Itulah beberapa contoh impulse buying yang sering terjadi di Indonesia dan secara sadar atau tidak sadar, kerap kita lakukan setiap saat. (Cynthia Paramitha).

Terapkan ilmu ini untuk langsung praktik bagaimana memengaruhi orang lain sampai bisa impulsive buying dengan gabung menjadi Reseller Buku Deepublish dan ebook gratis untuk penunjangmu di Download Ebook Bisnis.

Sebagai seorang SEO Spesialis, telah berpengalaman dalam membantu berbagai bisnis meningkatkan visibilitas online mereka melalui optimasi mesin pencari. Dengan keahlian dalam riset kata kunci, optimasi konten, dan strategi backlink,  berfokus pada peningkatan trafik organik dan peringkat situs web di mesin pencari

Tinggalkan komentar