Deskripsi
Sinopsis Buku Kekerasan Bahasa Di Media Daring Nasional |
Buku Kekerasan Bahasa Di Media Daring Nasional | Sebagai makhluk sosial, manusia hidup dalam lingkaran hubungan interaksi sosial. Dalam pergaulan, interaksi ini sering menimbulkan benturan-benturan sosial. Benturan sosial itu timbul karena ketidakcocokan antara keinginan dan kenyataan. Apabila benturan itu diekspresikan melalui bahasa, aktivitas yang seperti itu cenderung menjadi kekerasan bahasa. Kekerasan bahasa tentu akan melahirkan dampak negatif bagi siapa saja yang merasakannya atau yang mengalaminya. Berdasarkan alasan inilah kekerasan bahasa sangat mendesak untuk dihentikan penyebarannya. Secara garis besar buku ini dilatarbelakangi oleh adanya pemakaian bahasa di masyarakat yang dapat menimbulkan benturan-benturan sosial. Selain itu, buku ini juga dilatarbelakangi oleh adanya keluhan masyarakat bahwa banyak orang yang merasa tidak nyaman karena situasi kebahasaan saat berselancar di dunia maya. Dalam berkomunikasi, manusia umumnya berinteraksi untuk membina kerja sama dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan mewariskan kebudayaannya dalam artian yang seluas-luasnya. Akan tetapi, ada kalanya manusia berselisih paham atau berbeda pendapat dengan yang lainnya. Dalam situasi yang terakhir inilah para pemakai bahasa berpotensi mengucapkan kata-kata kasar untuk mengekspresikan segala bentuk ketidakpuasannya terhadap situasi yang tengah dihadapinya. Bagi orang yang terkena, ucapan-ucapan itu mungkin dirasakan menyerang, tetapi bagi yang mengucapkannya, ekspresi dengan makian adalah alat pembebasan dari segala bentuk dan situasi yang tidak mengenakkan. Makian-makian seperti: presiden goblok, presiden tolol, presiden planga-plongo, presiden jokodok, kaum kampret, kaum kecebong, dan sejenisnya tidak dijumpai pada zaman Orde Baru. Kalaupun ada, orang tidak akan berani mengucapkannya di depan publik. Akan tetapi, sekarang makian yang sejenis itu secara masif bertebaran di media daring. Ini sangat memprihatinkan karena fakta itu merupakan petunjuk kemunduran budaya. Masyarakat yang sudah melupakan etika berbahasa dapat diartikan sebagai masyarakat tuna budaya atau masyarakat yang sudah kehilangan jati dirinya. Padahal, secara konstitusi, negara telah membuat undang-undang untuk mencegah kekerasan bahasa ini yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Akan tetapi, UU tersebut sepertinya tidak memberi pengaruh yang signifikan. Faktanya, kekerasan bahasa semakin tampak berkembang dengan subur. Pertikaian dan kekerasan bahasa di dunia maya akan menular di dunia nyata. Ini sudah terbukti dengan kasus-kasus persekusi yang memang diawali saling serang antar netizen di media daring. Buku Kekerasan Bahasa Di Media Daring Nasional ini diterbitkan oleh Penerbit Buku Pendidikan Deepublish. Lihat juga kategori buku-buku yang lain: Buku Biologi | Buku Kesehatan | Buku Hukum | Buku Ekonomi | Buku Kimia | Buku Manajemen | Buku Psikologi | Buku Pendidikan | Buku Sosial Politik | Buku Metode Riset | Buku Sains dan Teknologi |
Ulasan
Belum ada ulasan.