Kalau dalam ilmu fisika, ‘gaya’ berarti interaksi apapun yang menyebabkan sebuah benda bermassa mengalami perubahan gerak. Namun, dalam artikel ini tidak membahas hal itu. J Gaya yang dimaksud dalam judul adalah pola perilaku kehidupan manusia. Apakah bisa hemat menjadi sebuah gaya hidup? Jawabannya adalah bisa. Karena apapun bisa, jika kita mampu dan mau melakukannya.
Hemat bukan berarti pelit. Hemat itu adalah tidak boros atau mengeluarkan uang serta apapun sesuai dengan kebutuhan. Contoh hemat dalam pemakaian listrik misalnya ketika di sebuah ruangan tidak ada yang menggunakan, maka dimatikan lampunya, karena ruangan tersebut tidak memerlukan cahaya. Contoh hemat selain yang berhubungan dengan uang adalah hemat waktu, yaitu dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin sehingga mampu mengerjakan banyak hal secara efisien.
Apakah anda mau berhemat? Kadang dalam menjawab pertanyaan tersebut sangatlah mudah. Namun dalam prakteknya, hemat itu memiliki banyak hambatan. Hambatan paling besar adalah lingkungan. Jika kita hidup di lingkungan orang-orang yang memiliki gaya hidup hedon, akan sangat sulit bagi kita untuk berhemat, jika kita tidak memiliki alasan yang kuat mengapa kita perlu berhemat.
Hemat sebelum menjadi gaya, perlu dibiasakan terlebih dahulu. Dibiasakan dari hal-hal kecil, jangan langsung drastis jika kita memang belum terbiasa berhemat. Misal, dimulai dengan menghemat uang jajan dengan membawa air minum dari rumah ketika kita keluar rumah. Dengan begitu, jika kita haus tidak perlu mengeluarkan uang untuk jajan di minimarket atau warung. Setelah itu ditambah hal hal kecil yang lain yang bisa membuat kita berhemat.
Setelah terbiasa dengan hal-hal kecil tadi, kita baru bisa mulai mengubah mindset kita berbelanja. Dari berbelanja menurut emosi menjadi berbelanja sesuai kebutuhan. Artinya dalam berbelanja sesuai kebutuhan adalah membeli barang yang sesuai dengan fungsi nya, bukan merk atau bentuk. Misal membeli pakaian, ya walaupun bukan dari merk prada dan bikinan lokal tapi jika kualitas jahitannya bagus mengapa tidak? Kan bisa menghemat banyak.
Penghambat yang lain dari menjadikan hemat sebagai gaya hidup adalah ‘gengsi’. Kebanyakan dari kita termakan gengsi, sehingga menjadi boros. Misal, gengsi jalan kaki untuk ke warung deket rumah, atau gengsi naik angkot dan memilih naik taksi, atau gengsi makan di warteg dan memilih makan di restoran. Akibat dari kita menuruti gengsi adalah finansial yang sakit jika tidak diimbangi oleh pemasukan. Mengapa sih kita harus gengsi? Pertanyaan ini kadang bisa sangat menohok. Namun wajib ditanyakan jika memang kita ingin menjadikan hemat sebagai gaya hidup.
Efek dari hemat sebagai gaya dalam jangka panjang adalah kita jadi lebih menghargai apa yang kita miliki. Jadi, jangan sampai kita baru sadar memiliki sesuatu ketika kita sudah kehilangan. Namun sadar memiliki sebelum kehilangan membuat kita lebih bersyukur. Dan dengan bersyukur membuat kita lebih merasa ‘kaya’ secara batin. (Gustraprasaja Galih Jatisantosa)
– See more at: http://www.deepublish.co.id/penerbit/artikel-cerdas/44/Hemat-itu-Gaya#sthash.ayaqkMHv.dpuf