Pengendalian sosial tidak hanya berfungsi untuk meminimalisasi konflik. Tetapi juga berfungsi sebagai kontrol sikap dan perilaku dalam bersosialisasi. Sudah rahasia umum jika Masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang homogen. Banyak perbedaan yang dapat dijadikan pemicu munculnya sebuah konflik.
Maka dari itu butuh pengendalian sosial demi menjaga kerukunan antar sesama. Lantas, apa sih pengendalian sosial itu? Apa tujuan dan bentuk pengendalian sosial? Semuanya akan diulas tuntas di sini.
Daftar Isi
Pengertian Pengendalian Sosial
pengertian pengendalian sosial menurut para ahli memiliki beberapa pandangan. Seperti apa sih pendapat mereka tentang pengendalian sosial? Berikut penjelasannya.
1. Soerjono Soekanto
Pengertian pengendalian sosial menurut Soerjono adalah terjadinya proses yang bertujuan mengajak, memaksa dan membimbing masyarakat untuk memenuhi aturan yang berlaku, baik yang dilakukan secara direncanakan ataupun tidak direncanakan.
2. Joseph S. Roucek
Berbeda dengan pendapat Joseph yang mendefinisikan pengendalian sosial memiliki cakupan lebih luas dibandingkan dengan pendapat Soerjono. Dimana pengendalian sosial tidak hanya fokus pada segala prosesnya saja, tetapi banyak pandangan yang bersifat mendidik, mengajak hingga memaksa masyarakat untuk tunduk pada nilai sosial yang berlaku.
3. Schaefer
Dari perspektif Schaefer, pengertian pengendalian sosial bisa terjadi pada siapa saja, tanpa terkecuali. Semua level masyarakat butuh pengendalian sosial. Termasuk di semua institusi sosial, keluarga. Jadi pengendalian sosial memiliki aspek dan cakupan yang lebih luas.
4. Peter L. Berger
Lebih sederhana, Peter mengartikan pengendalian sosial sebagai upaya untuk menertibkan anggota masyarakat yang berbuat menyimpang.
5. Karel J. Veeger
Pengertian pengendalian sosial dapat pula menyangkut tentang hubungan atau sosialisasi dengan metode atau cara tertentu, yang bertujuan menyelaraskan kehendak kelompok masyarakat. Jika perilaku dan sikap masyarakat yang selaras dengan norma sosial maka akan menciptakan konsistensi sikap sesuai dengan harapan.
Dari beberapa pendapat di atas, maka pengendalian sosial dapat disimpulkan sebagai proses sosial yang terbentuk karena spontanitas maupun direncanakan. Pengendalian sosial dapat pula disimpulkan sebagai sistem atau proses yang tidak hanya mendidik masyarakat, tetapi juga bersifat memaksa masyarakat agar berperilaku dan bersikap sesuai dengan norma sosial yang berlaku.
Tujuan Pengendalian Sosial
Banyaknya konflik yang muncul dalam interaksi sosial, semakin mendorong masyarakat perlu membuat aturan agar terkendali. Lantas, apa saja sih tujuan dari pengendalian sosial? Dari sekian banyak tujuan, berikut beberapa tujuannya.
1. Menciptakan Ketertiban
Sudah pasti pengendalian sosial diciptakan untuk menciptakan ketertiban. Umumnya pengendalian sosial dibuat akibat terjadinya kesemrawutan dan pertentangan, sehingga menimbulkan keributan dan ketidaknyamanan dalam bersosial masyarakat.
2. Meminimalisir Terjadinya Penyimpangan Nilai dan Norma Sosial
Tujuan yang tidak kalah penting yang lain adalah, sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan nilai dan norma sosial. Kita tahu bahwasanya pertentangan dan konflik itu muncul karena tidak ada aturan yang jelas. Tidak ada aturan norma sehingga masyarakat bertindak seenaknya.
Sebaliknya, jika ada nilai dan norma sosial yang diberlakukan. Maka masyarakat berpikir dua kali jika ingin melakukan sesuatu hal. Setidaknya dengan pengendalian sosial, mendorong masyarakat untuk memikirkan dampak yang akan diterima jika melanggar norma sosial yang ada.
3. Melahirkan Budaya Malu
Sudah menjadi rahasia umum jika budaya malu era milenial sekarang sudah mulai luntur. Tidak seperti 30 tahun yang lalu, yang mana rasa malu dominan. Kesadaran akan budaya malu inilah yang justru sebagai pengendalian sosial tanpa paksaan.
Justru semenjak teknologi, kecanggihan masuk budaya malu bagi kaum millennial banyak yang hilang. Mereka bahkan tidak tahu sikap sopan santun saat berbicara dengan orang yang lebih tua. Jari lebih latah melontarkan komentar kasar semau mereka. Hilangnya budaya malu seperti inilah yang sebenarnya sekarang menjadi tugas kita bersama dalam menempa, mendidik orang terdekat di lingkungan kita.
4. Menegakkan Hukum
Tujuan pengendalian sosial yang tidak kalah penting adalah untuk menegakan hukum. Saat kita bermain media sosial, atau sedang menayangkan berita di televisi, banyak kasus yang menyiratkan bahwa hukum dapat dibeli oleh mereka yang berduit. Untuk menghindari hal-hal seperti itu, dibutuhkan pengendalian sosial agar hukum dapat ditegakan.
5. Menciptakan Kedamaian dan Ketentraman Masyarakat
Tujuan dari kesuksesan sebuah bangsa diukur dari tingkat kedamaian dan ketentraman masyarakat nya. Masyarakat yang tentram sebagai indikator bahwa tidak ada kejahatan atau penyimpangan. Dimana kejahatan dan penyimpangan umumnya muncul diakibatkan ketidakadilan, angka kemiskinan dan faktor pendidikan yang masih rendah.
Itulah beberapa tujuan pengendalian sosial. Dari beberapa poin di atas, manakah yang paling kamu rasakan pengaruhnya?
Jenis-Jenis Pengendalian Sosial
Ternyata mengetahui pengertian pengendalian sosial dan mengetahui tujuannya saja tidak cukup. Kamu perlu tahu jenis-jenis pengendalian sosial, dimana jenis yang akan disebutkan di bawah sebenarnya sudah familiar kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Penasaran apa saja? Berikut pembahasannya.
1. Hukuman
Jadi jenis pengendalian sosial berbentuk hukuman ini dapat digunakan untuk hal positif dan negatif, tergantung dari konteks yang digunakan ingin menggunakan cara seperti apa. Misal untuk hal positif, jika berhasil menahan tidak melakukan tindakan melanggar hukum, maka akan mendapatkan hadiah.
Bisa juga kasusnya di balik, ketika ketahuan melanggar hukum atau norma sosial, maka akan mendapatkan hukuman atau sanksi sosial.
2. Pendidikan
Pengendalian sosial berbentuk pendidikan sebagai salah satu cara pengendalian sosial yang dilakukan secara sadar, dan dilakukan lewat jalur pendidikan. Setidaknya dengan belajar dan memperbanyak ilmu pengetahuan di dunia pendidikan, akan memberikan wawasan, sudut pandang dan penalaran yang lebih baik, terkait mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
3. Agama
Agama salah satu pengendalian sosial yang paling jitu. Orang yang memiliki pemahaman agama yang baik, mampu menekan dan meminimalisir pelanggaran norma dan aturan masyarakat. Alasannya sederhana, karena segala yang dilarang jika dilanggar akan mendapat dosa. Ajaran-ajaran agama seperti inilah sangat efektif sebagai pengendali sosial atas dasar rasa takut kepada Sang Pencipta.
4. Ostrasisme
Jenis pengendalian sosial yang selanjutnya adalah ostrasisme, atau yang biasa kita dengar dengan pengucilan. Pengucilan ini akan diperoleh bagi mereka yang melanggar norma sosial ataupun aturan masyarakat. Bentuk pengucilan memang bentuknya beragam dan dipengaruhi oleh banyak hal. Intinya korban yang dikucilkan berarti sedang mendapat hukuman sanksi sosial.
5. Teguran
Jenis pengendalian sosial selain dikucilkan ada yang lebih frontal, yaitu teguran. Teguran umumnya dilontarkan pada mereka orang yang melanggar aturan yang sudah dilakukan berkali-kali, ataupun yang baru dilanggar sekali.
Teguran itu sendiri pun bermacam-macam bentuknya. Ada teguran tertulis, teguran tidak tertulis, dan teguran langsung ataupun teguran tidak langsung. Tujuan diberinya teguran agar menjadi pribadi yang lebih baik.
6. Cemoohan
Dalam kehidupan sehari-hari, pasti kamu pernah mendapatkan cemoohan atau mungkin yang memberikan cemoohan pada orang lain karena sudah melanggar standar batas norma yang berlaku. Bentuk cemoohan tidak melulu dilakukan secara frontal di depan orangnya langsung loh. Tetapi juga berupa hinaan dan sindiran juga termasuk dalam cemoohan.
7. Intimidasi
Intimidasi adalah pengendalian sosial yang digunakan untuk mengancam seseorang yang dianggap melanggar norma sosial atau hukum yang berlaku. Cara kerja intimidasi dilakukan dengan cara menekan, mengancam dan menakut-nakuti.
Itulah beberapa jenis pengendalian sosial yang sebenarnya sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan kita sendiri pun pernah melakukannya atau pernah merasakannya.
Rekomendasi Buku Ilmu Sosiologi
Buku Sosiologi, Gender, Dan Semiotika | Buku Perubahan Sosial Budaya… | Buku Aksiologi Sebagai Dasar…. |
Dapatkan Buku-Buku Sosiologi di Buku Sosiologi
Cara Pengendalian Sosial
Barangkali ada yang bertanya, bagaimana cara melakukan pengendalian sosial, ada beberapa cara, yaitu dengan cara preventif, koersif, represif dan persuasif. Ulasan lengkapnya sebagai berikut.
1. Pengendalian Sosial Preventif
Pengendalian sosial preventif adalah upaya pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan terhadap norma sosial dan nilai masyarakat.
2. Pengendalian Sosial Koersif
pengendalian sosial koersif adalah cara mengendalikan perilaku dan sikap orang lain dengan cara paksaan dan kekerasan. Meskipun orang tersebut mendapatkan pengendalian dengan cara keras akibat menyimpang, cara ini memberikan dampak negatif lain. Misalnya memicu munculnya reaksi negatif bagi pelaku.
Pengendalian sosial koersif umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kompulsi dan pervasi.
A. Kompulsi
Kompulsi adalah kondisi dimana dilakukan dengan cara paksaan. Umumnya dilakukan oleh orang yang berwenang kepada seseorang atau kelompok tertentu yang melanggar norma. Dimana orang tersebut mendapat paksaan untuk menuruti dan mengubah sikap.
B. Pervasi
Semengatara yang dimaksud dengan pervasi adalah memperkenalkan norma atau aturan yang dilakukan secara berulang-ulang. pengulangan inilah yang yang sampai masuk ke alam sadar dan secara tidak langsung mampu mengubah sikap sesuai yang diinginkan.
C. Pengendalian Sosial Represif
Berbeda dengan pengendalian sosial represif, yang mengartikan bahwa pengendalian sosial sebagai kondisi terjadi penyimpangan sosial didalam masyarakat. Kemudian orang yang bersangkutan berurusan dengan hukum pengadilan, dan terbukti melakukan ingkar janji. Maka pelaku akan mendapatkan hukuman sekaligus membayar hutang dan denda.
D. Pengendalian Sosial Persuasif
pengendalian sosial juga dapat dilakukan dengan cara persuasif. Bisa dibilang cara ini lebih mudah mungkin bisa diterima oleh pelaku, jika disampaikan menggunakan bahasa yang tepat. Pengendalian sosial persuasif umumnya dilakukan dengan cara memberi nasihat, memberi himbauan dan bimbingan kepada pelaku.
Untuk menyampaikan nasihat pun beragam cara bisa dilakukan, mulai dilakukan secara lisan, simbolik hingga dilakukan dengan memasang spanduk, iklan layanan masyarakat atau menggunakan poster.
Lembaga Pengendalian Sosial
Jika dipikir-pikir lagi, memang harus ada lembaga yang bertugas mengurusi penyimpangan dan pelanggaran peraturan. Nah, Ada beberapa jenis lembaga pengendalian sosial formal dan informal. Lantas siapa sajakah mereka?
1. Lembaga Pengendalian Sosial Formal
Secara formal, lembaga pengendalian sosial yang bertugas adalah lembaga kepolisian, lembaga pengadilan dan lembaga pendidikan. Dimana ketiga lembaga tersebut memiliki peran dan tugas yang tidak kalah penting.
karena lembaga tersebut adalah lembaga formal, tentu saja pengendalian sosial yang dilakukan terkesan formal dan kaku. Justru kekakuan inilah yang memberikan dampak positif. karena masyarakat menjadi lebih segan, lebih takut dan tidak bisa bermain-main.
2. Lembaga Pengendalian Sosial Informal
Jika tadi disebutkan lembaga pengendalian sosial formal, maka ada juga yang informal. Lembaga tersebut meliputi lembaga adat, lembaga keagamaan, tokoh masyarakat, organisasi sosial dan lembaga penyiaran dan pemberitaan (pers).
Di indonesia, pengendalian sosial informal justru lebih akrab kita rasakan dan kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di beberapa daerah pedesaan dan pelosok. Memang lembaga formal kurang ditakuti, justru lembaga adat dan lembaga keagamaan yang lebih ditakuti. Oleh karenanya, banyak pengendalian sosial yang menggunakan lembaga pengendalian sosial informal.
Baca Juga:
- Diferensiasi Sosial: Pengertian, Bentuk dan Contoh
- Konflik Sosial: Pengertian, Faktor Penyebab dan Dampak
- Dampak Mobilitas Sosial: Positif dan Negatif
- Stratifikasi Sosial: Pengertian, Fungsi, Sifat dan Contoh
Fungsi Pengendalian Sosial
Berikut ini adalah beberapa fungsi pengendalian sosial:
- Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi-sanksi tegas yang bagi para penyelenggara yang biasanya bisa dilihat dalam sistem hukum.
- Menimbulkan rasa takut didalam diri seseorang dan sekelompok orang yang resiko dan ancaman.
- Memperoleh keyakinan dari masyarakat akan kebaikan norma-norma masyarakat yang berlaku.
- Mencegah penyimpangan sosial di kalangan masyarakat, terutama di wilayah perkotaan.
Faktor Timbulnya Penyimpangan Sosial
Ada banyak penyebab terjadi penyimpangan sosial. Kita tahu bahwa segala sesuatu yang terjadi muncul karena ada sebab akibatnya. Ketika kita membicara sebab akibat pun ada banyak sekali menyebabkan. Diantaranya sebagai berikut.
Sikap Mental Tidak Sehat
Rata-rata terjadinya penyimpangan sosial disebabkan karena adanya sikap mental yang tidak sehat. Ada banyak sekali bentuk sikap mental tidak sehat. Mulai dari tawuran, begal, mabuk-mabukan hingga melakukan tindakan pencurian.
Hubungan Kekeluargaan Tidak Harmonis
Faktor timbulnya penyimpangan sosial yang paling umum dan banyak kita temukan masalah hubungan kekeluargaan tidak harmonis. Misalnya, banyak anak-anak yang butuh perhatian orangtua, sementara orang tua terlalu sibuk.
Atau kasus umum lain, misal orang tua terlalu menuntut anak untuk melakukan ini dan itu tetapi tidak diimbangi dengan kasih sayang.
Kekecewaan
Kekecewaan juga menjadi faktor utama timbulnya penyimpangan sosial yang butuh dikendalikan. Memang tergantung rupa kekecewaan yang ditimbulkan disebabkan karena apa. kekecewaan yang dibiarkan tanpa ada perhatian, dapat menimbulkan kekerasan, penyelewengan dan masalah negative lain loh.
Pengaruh Keputusan Perekonomian
Ternyata tidak hanya berbicara masalah psikologis. Masalah perekonomian yang sulit juga dapat memicu timbulnya penyelewengan yang juga segera dikendalikan. Misal, saat kita melihat berita. Rata-rata terjadinya pencurian atau perampokan disebabkan karena terpaksa dan diakibatkan masalah perekonomian.
Faktor Lingkungan dan Media Massa
Media sosial juga menjadi faktor yang tidak kalah penting diperhatikan oleh pihak keluarga. Kita tahu bahwa media dan digitalisasi tidak melulu menawarkan hal baik, justru menawarkan hal yang sebaliknya, yaitu menimbulkan terjadinya konflik dan pertentangan.
Pembelajaran yang Menyimpang
Bahkan belajar pun dapat menimbulkan pemahaman yang menyimpang. Umumnya ini terjadi karena belajar ilmu secara mandiri, tidak ada guru yang mendampingi. Ada sebuah pesan bahwa jika belajar itu harus ada gurunya.
ika belajar sendiri, maka gurunya adalah setan. Manifestasi bentuk ilmu tersebut adalah kesesatan. Kita harus tahu bahwasanya ilmu dan kebodohan itu salah benarnya sangat tipis.
Kegagalan dalam Proses Sosialisasi
Interaksi sosial dan bersosialisasi dengan orang lain tidak melulu berakhir baik. nyatanya, justru berawal dari interaksi dengan lingkungan justru menjadi korban bully. Jadi semacam mengalami kegagalan dalam proses sosialisasi dengan masyarakat, yang harus menempa mental justru mental yang diserang.
Kesimpulan
Itulah artikel dari deepublihstore beberapa faktor timbulnya penyelewengan. Dimana calon-calon penyelewengan inilah yang harus disikapi dengan cepat agar tidak menjadi toxic yang merugikan circle pergaulan dan tidak mempengaruhi lingkungan sekitar.